Kendaraan Listrik Makin Bertambah, Limbah Baterai Jadi Isu Penting 5 Tahun ke Depan
Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kendaraan listrik di Indonesia terus meningkat secara signifikan.
Seiring dengan pertumbuhan ini, muncul tantangan besar dalam pengelolaan limbah baterai, yang diprediksi menjadi isu utama dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) / Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Ary Sudjianto
, menekankan bahwa perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia membutuhkan sistem daur ulang limbah baterai
yang efektif guna mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.

Cara kita mengolah limbah baterai adalah hal yang perlu diperhatikan apabila baterai yang digunakan
untuk kendaraan listrik semakin banyak,” kata Ary dalam acara JAMA Lube Oil Seminar 2025 di Jakarta, Senin (10/3/2025).
Indonesia Belum Punya Fasilitas Pengolahan Limbah Baterai EV
Saat ini, Indonesia belum memiliki fasilitas atau industri yang cukup untuk mendukung pengolahan baterai kendaraan listrik. Meski demikian, Ary optimistis bahwa sektor pengolahan baterai akan berkembang karena Indonesia telah memiliki pengalaman dalam mengelola baterai konvensional.
“Untuk baterai konvensional, kita sudah memiliki infrastruktur untuk mengelolanya. Kita juga memiliki industri untuk mengolahnya dan industri yang menggunakan bahan daur ulang dari limbah baterai,” jelasnya.
Namun, baterai kendaraan listrik memiliki skala dan tingkat kompleksitas yang jauh lebih besar dibandingkan baterai konvensional. Hal ini menuntut adanya kerja sama antara pemerintah, pelaku industri, dan kebijakan yang lebih kuat untuk mendukung daur ulang baterai kendaraan listrik.
“Limbah baterai ini akan jauh lebih besar dibandingkan baterai konvensional ketika kita meningkatkan
penggunaan kendaraan listrik hingga 15 juta unit pada 2030. Jadi ini adalah masalah yang perlu kita atasi,” tambah Ary.
Peran Industri dan Kebijakan dalam Pengelolaan Limbah Baterai EV
Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki urgensi
tinggi untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik sebagai solusi dalam mengurangi ketergantungan
terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) dan menekan polusi udara.
Menurut Dewi, kehadiran industri baterai kendaraan listrik menjadi salah satu kunci keberhasilan
dalam membangun ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan. Tanpa infrastruktur
daur ulang baterai yang memadai, kendaraan listrik bisa menimbulkan masalah lingkungan baru.
Infrastruktur Kendaraan Listrik Terus Berkembang
Pemerintah bersama sektor swasta telah berupaya membangun infrastruktur kendaraan listrik dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa perkembangan signifikan yang dicapai antara lain:
- Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) meningkat 300% dari sekitar 1.000 unit pada 2023 menjadi lebih dari 3.000 unit pada 2024.
- Fasilitas pengisian daya rumahan atau Home Charging Services (HCS) meningkat lebih dari 300%, dari 9.000 unit pada 2023 menjadi 28.000 unit pada 2024.
Peningkatan infrastruktur ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik, tetapi masih ada tantangan dalam pengelolaan limbah baterai yang belum terselesaikan.
Risiko Lingkungan dari Limbah Baterai Kendaraan Listrik
Jika tidak dikelola dengan baik, limbah baterai kendaraan listrik dapat menyebabkan dampak lingkungan yang serius. Beberapa risiko yang harus diwaspadai antara lain:
- Pencemaran air dan tanah – Baterai kendaraan listrik mengandung logam berat seperti lithium, nikel, kobalt, dan mangan yang bisa mencemari lingkungan jika tidak didaur ulang dengan benar.
- Emisi gas beracun – Jika baterai bekas dibuang secara sembarangan dan mengalami reaksi kimia, dapat menghasilkan gas beracun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
- Ledakan dan kebakaran – Limbah baterai yang tidak dikelola dengan baik berisiko mengalami korsleting dan dapat menyebabkan kebakaran.
Oleh karena itu, diperlukan solusi yang komprehensif dalam mengelola limbah baterai kendaraan listrik sebelum menjadi ancaman serius bagi lingkungan.
Solusi Pengelolaan Limbah Baterai EV
BACA JUGA:Uji Coba Toyota bZ4X: Jarak Tempuh 500 Km Tanpa Emisi
Agar limbah baterai kendaraan listrik tidak menjadi masalah besar di masa depan, beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:
- Membangun fasilitas daur ulang baterai EV
Pemerintah dan pelaku industri harus segera mengembangkan pabrik daur ulang baterai kendaraan listrik yang mampu menangani limbah dalam jumlah besar. - Mendorong kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR)
Produsen kendaraan listrik perlu bertanggung jawab atas siklus hidup baterai yang mereka produksi, termasuk pengelolaan baterai bekas setelah masa pakainya habis. - Mengembangkan teknologi second-life battery
Baterai kendaraan listrik yang sudah tidak layak untuk kendaraan dapat digunakan kembali untuk keperluan lain, seperti penyimpanan energi untuk rumah atau fasilitas industri. - Meningkatkan kesadaran masyarakat
Program edukasi mengenai pentingnya daur ulang baterai perlu digalakkan agar masyarakat tidak membuang baterai bekas sembarangan. - Kerja sama internasional dalam teknologi pengelolaan limbah
Indonesia bisa belajar dari negara-negara lain yang sudah memiliki teknologi lebih maju dalam pengelolaan limbah baterai kendaraan listrik, seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat.
Kesimpulan
Dengan meningkatnya jumlah kendaraan listrik di Indonesia, limbah baterai kendaraan listrik menjadi tantangan besar yang perlu segera diatasi.
Saat ini, Indonesia belum memiliki infrastruktur yang cukup untuk mengelola limbah baterai EV secara efektif, tetapi ada peluang besar bagi sektor industri untuk berkembang.
Pemerintah perlu segera mengembangkan regulasi dan kebijakan yang mendukung pengelolaan
limbah baterai, termasuk membangun industri daur ulang dan mendorong produsen kendaraan
listrik untuk bertanggung jawab atas baterai bekas. Jika tidak diatasi sejak dini, limbah baterai dapat menjadi ancaman baru bagi lingkungan.
Namun, dengan langkah yang tepat, Indonesia bisa menjadi pelopor dalam ekosistem kendaraan
listrik yang berkelanjutan, sekaligus memanfaatkan peluang ekonomi dari industri pengolahan limbah baterai. Ke depan, sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat
sangat diperlukan untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih hijau dan ramah lingkungan.