Pengampunan Pajak Dianggap Bisa Hambat Penggunaan Motor Listrik
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengumumkan perpanjangan masa program pengampunan pajak kendaraan bermotor hingga 30 Juni 2025. Keputusan ini diambil setelah melihat tingginya antusiasme warga dan antrean panjang yang terjadi di sejumlah kantor Samsat. Awalnya, program pengampunan pajak kendaraan bermotor ini dijadwalkan hanya berlangsung dari 20 Maret hingga 6 Juni 2025, namun karena permintaan yang tinggi dan panjangnya antrean yang bahkan mencapai dua kilometer, Gubernur Dedi memutuskan untuk memperpanjang masa pengampunan ini.

Alasan di Balik Perpanjangan Program Pengampunan Pajak
Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program pengampunan pajak kendaraan bermotor ini bertujuan untuk membantu masyarakat yang memiliki tunggakan pajak kendaraan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada pendapatan daerah.
“Karena antrean kendaraan makin panjang, bahkan sampai dua kilometer, kami memutuskan memperpanjang masa hari bahagia ini sampai 30 Juni. Ini hadiah Lebaran untuk warga,” ujar Dedi dalam keterangannya pada Senin (24/3/2025). Dalam pandangannya, langkah ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakat untuk melunasi tunggakan pajak mereka tanpa dikenakan sanksi atau denda tambahan.
Namun, meskipun banyak masyarakat yang menyambut baik keputusan ini, ada beberapa pihak yang mengkritik kebijakan tersebut, menganggapnya kurang tepat. Salah satu kritik datang dari Hendro Sutono, pegiat KOSMIK Indonesia (Komunitas Sepeda dan Motor Listrik Indonesia), yang merasa bahwa kebijakan ini dapat mencederai rasa keadilan bagi masyarakat, terutama mereka yang telah tertib membayar pajak kendaraan selama ini.
Pengampunan Pajak Dianggap Bisa Hambat Penggunaan Motor Listrik
Pro kontra Pengampunan Pajak Kendaraan
Salah satu kritik utama terhadap kebijakan pengampunan pajak kendaraan ini adalah bahwa penghapusan pajak kendaraan bermotor y
ang menunggak akan memberikan keuntungan yang sama kepada pemilik kendaraan BBM yang selama ini tidak membayar pajak, dengan pengguna kendaraan listrik yang sudah mendapat insentif pajak tahunan yang lebih rendah.
M. Elgana Mubarokah, Kepala Samsat Kabupaten Bandung, mengungkapkan bahwa kebijakan pengampunan pajak ini memang telah meningkatkan jumlah pembayaran pajak kendaraan bermotor di wilayahnya. Hal ini membuktikan bahwa program tersebut cukup efektif dalam mendorong warga untuk menyelesaikan kewajiban pajak mereka. Namun, meskipun hasil ini positif bagi penerimaan daerah, tetap ada kekhawatiran terkait keadilan sosial yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut.
Hendro Sutono menilai bahwa dengan adanya program pengampunan pajak bagi kendaraan bermotor berbahan bakar minyak (BBM), maka insentif pajak yang sebelumnya diberikan untuk pengguna kendaraan listrik menjadi tidak relevan lagi. Kendaraan listrik yang sebelumnya menikmati pajak tahunan yang ringan atau bahkan nol rupiah di beberapa provinsi, kini tidak memiliki keunggulan lagi dibandingkan dengan kendaraan BBM yang menunggak pajak dan kemudian bisa mendapatkan insentif yang sama.
“Jika demikian, tak ada lagi fasilitas yang bisa membedakan antara menggunakan kendaraan BBM dengan kendaraan listrik,” kata Hendro. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini juga berpotensi menghambat program pemerintah yang mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik, yang seharusnya diberikan insentif lebih besar untuk mendukung upaya pengurangan emisi karbon dan penghematan energi.
Potensi Dampak Negatif terhadap Penggunaan Kendaraan Listrik
Kendaraan listrik, yang selama ini mendapatkan berbagai insentif pajak untuk mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan
, kini menghadapi tantangan baru. Program pengampunan pajak kendaraan bermotor BBM, yang juga memberikan pemilik kendaraan
BBM kesempatan untuk mendapatkan tarif pajak nol rupiah setelah menunggak pajak, dapat mengurangi daya tarik penggunaan kendaraan listrik.
Hendro Sutono menganggap kebijakan ini tidak adil bagi mereka yang sudah memilih untuk menggunakan kendaraan listrik dengan alasan lingkungan dan mendapatkan insentif pajak yang lebih rendah.
Kritik ini semakin relevan karena penggunaan kendaraan listrik dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara dan
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Oleh karena itu, kebijakan yang memberikan insentif pajak kepada kendaraan BBM yang menunggak dapat dilihat sebagai kemunduran dalam mendorong transisi energi dan mengurangi emisi karbon.
Baca juga:6 Teknologi AI China yang Tantang Dominasi AS
Mencari Solusi yang Lebih Adil bagi Semua Pihak
Salah satu solusi yang diusulkan oleh Hendro adalah agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan yang lebih seimbang, yang tidak
hanya memprioritaskan penghapusan pajak bagi kendaraan bermotor BBM yang menunggak, tetapi juga memberikan insentif lebih besar kepada pemilik kendaraan listrik. Selain itu, kebijakan ini seharusnya memperhatikan keadilan sosial, sehingga tidak ada kelompok masyarakat yang merasa dirugikan oleh keputusan pemerintah.
Pemerintah juga dapat memperjelas tujuan dari kebijakan pengampunan pajak kendaraan ini, yaitu untuk mengurangi tunggakan
pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, namun tanpa mengorbankan insentif yang sudah diberikan kepada
mereka yang menggunakan kendaraan listrik. Sehingga, program ini bisa berjalan lebih seimbang dan tidak mengurangi minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Keputusan Pemerintah dan Respons Masyarakat
Meski ada pro kontra terkait kebijakan pengampunan pajak kendaraan bermotor ini, keputusan pemerintah untuk memperpanjang
masa berlaku program hingga 30 Juni 2025 disambut baik oleh sebagian besar masyarakat, terutama mereka yang selama ini
tertinggal dalam membayar pajak kendaraan. Program ini memberi mereka kesempatan untuk melunasi tunggakan tanpa harus
khawatir tentang beban sanksi dan denda tambahan.
Namun, untuk menjaga keseimbangan dan memastikan keadilan sosial, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang lebih
adil bagi semua pihak, termasuk pengguna kendaraan listrik yang sudah lebih dulu memberikan kontribusi positif terhadap pengurangan emisi karbon dan efisiensi energi.
Kesimpulan
Keputusan untuk memperpanjang pengampunan pajak kendaraan bermotor hingga 30 Juni 2025 oleh
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan membantu
masyarakat dalam menyelesaikan kewajiban pajaknya. Namun, kebijakan ini juga menuai kritik karena dianggap dapat mencederai rasa keadilan, terutama terkait dengan kendaraan listrik yang sebelumnya mendapatkan
insentif pajak lebih rendah. Untuk menghindari dampak negatif ini, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang lebih
seimbang dan tetap mendukung penggunaan kendaraan ramah lingkungan sambil memberikan kesempatan yang adil bagi semua pihak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.